Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) merupakan penyakit menular yang disebabkan oleh virus dengue dan ditularkan melalui gigitan nyamuk Aedes, khususnya spesies Aedes aegypti dan Aedes albopictus. Penyakit DBD dapat menyerang siapapun tanpa memandang usia dan jenis kelamin, bahkan dapat menyebabkan kematian pada penderitanya apabila tidak ditangani dengan cepat dan tepat.

Berdasarkan data infografis Kementerian Kesehatan RI Tahun 2024 diketahui bahwa sebaran kasus nasional angka kesakitan DBD tertinggi di Indonesia berada di Provinsi Jawa Barat dengan Kota Bandung sebagai daerah dengan kasus DBD tertinggi mencapai 3.468 kasus. Jumlah kematian tertinggi berada di Kabupaten Bandung sebanyak 29 kematian. Tercatat bahwa sampai minggu ke 17 tahun 2024, terdapat 88.593 kasus DBD dan kematian DBD sebanyak 621 kematian. Kasus DBD terlaporkan dari sebanyak 456 Kabupaten/Kota di 34 Provinsi. Kematian akibat DBD terjadi di 174 Kabupaten/ Kota di 28 Provinsi. Jumlah tersebut mengalami peningkatan yang cukup signifikan jika dibandingkan jumlah kasus dan kematian akibat DBD pada minggu yang sama pada tahun 2023 yaitu sebanyak 28.579 kasus dengan kematian akibat DBD sebanyak 209 kematian.

Berbagai upaya telah dilakukan untuk menurunkan kasus DBD di Indonesia, diantaranya dengan memutus kontak vektor dengan manusia melalui pengendalian vektor baik dengan pengabutan (thermal fogging) dan Ultra Low Volume (cold fogging) dengan insektisida. Namun penggunaan insektisida dapat menyebabkan dampak negatif yaitu resistensi pada vektor. Salah satu terobosan dalam pengendalian biologis yang sampai saat ini terus dikembangkan yaitu menggunakan Aedes aegypti ber-Wolbachia.

Wolbachia adalah salah satu genus bakteri gram negatif non-spora yang berperan sebagai parasit pada hewan artropoda (serangga, laba-laba, udang, lipan). Pada serangga, Wolbachia dapat ditemukan secara alami pada > 50% jenis serangga, seperti kumbang, tawon, lalat, capung, kupu-kupu dan juga beberapa jenis nyamuk kecuali Aedes aegypti. Wolbachia dapat diturunkan dari satu generasi ke generasi berikutnya. Wolbachia dianggap mampu menghambat perkembangan virus dengue di dalam tubuh nyamuk.

Cara kerja Wolbachia yaitu jika nyamuk jantan ber-Wolbachia kawin dengan nyamuk betina tidak ber-Wolbachia, maka telurnya tidak akan menetas. Jika nyamuk jantan tidak ber-Wolbachia kawin dengan nyamuk betina ber-Wolbachia, maka telur akan menetas dan semua keturunannya akan ber-Wolbachia. Jika nyamuk jantan ber-Wolbachia kawin dengan nyamuk betina ber-Wolbachia, maka telur akan menetas dan semua keturunannya akan ber-Wolbachia.

Metode penyebaran Nyamuk ber-Wolbachia di Indonesia dilakukan dengan sistem replacement atau penggantian dengan tujuan menggantikan nyamuk yang tidak ber-Wolbachia dengan nyamuk ber-Wolbachia sehingga menurunkan kemampuan nyamuk dalam menularkan virus dengue. Pelepasan nyamuk ber-Wolbachia hanya akan dilakukan sampai 60 % nyamuk Aedes aegypti yang ada di lapangan mengandung bakteri Wolbachia.

Kajian risiko terhadap pelepasan nyamuk ber-Wolbachia telah dilakukan oleh Kementerian Riset, Teknologi dan Pendidikan Tinggi (Kemenristek Dikti) dan Badan Penelitian dan Pengambangan Kementerian Kesehatan dengan melibatkan sedikitnya sebanyak 20 ahli independen yang terdiri dari: Virolog, Mikrobiolog, Epidemiolog, Ahli Serangga, Ahli Biodiversitas, Ahli Kesehatan Masyarakat, Ahli Ekonomi, Parasitolog, Dokter Penyakit Dalam, Ahli Imunologi, Dokter Anak, Psikolog dan Ahli Ilmu Sosial. Dengan hasil kajian risiko yaitu negligible risk sebesar 0.0088 yang artinya memiliki risiko yang dampaknya sangat kecil sehingga dapat diabaikan.

Banyak yang takut dan khawatir dengan keamanan teknologi Wolbachia ini. Faktanya Wolbachia aman bagi manusia, karena Wolbachia hanya hidup di serangga. Wolbachia juga aman bagi lingkungan, karena hanya hidup di sel organisme hidup. Jika sel/ organisme inangnya mati, Wolbachia akan terdegradasi sehingga Wolbachia tidak menyebabkan polusi. Perpindahan Wolbachia tidak akan terjadi dari satu serangga ke serangga lain. Wolbachia hanya berpindah dari induk betina ke keturunannya. Wolbachia aman bagi Aedes aegypti karena tidak merubah fisik, sifat, perkembangan dan perilaku nyamuk tersebut. Wolbachia tidak menyebabkan mutasi ke arah yang menyebabkan nyamuk maupun virus dengue menjadi lebih ganas. Wolbachia justru menghambat perkembangan virus di tubuh nyamuk.

Inovasi teknologi nyamuk Aedes aegypti berWolbachia ini dilaksanakan sebagai upaya pelengkap Strategi Nasional penanggulangan dengue di Indonesia. Dengan adanya teknologi ini tidak serta merta menghilangkan metode pencegahan dan pengendalian dengue yang telah dilakukan sebelumnya seperti G1R1J (Gerakan 1 Rumah 1 jumantik), Pokjanal DBD, dan lainnya. Masyarakat tetap diminta untuk melakukan gerakan 3M Plus seperti Menguras, Menutup, dan Mendaur ulang serta tetap menjaga kebersihan diri dan lingkungan.

Narator: Dewi Patmawati

advanced-floating-content-close-btn